[Serial Enief Dan Adhara] Antara Nganjuk Dan Surabaya

Perjalanan sudah sampai Ngajuk. Hujan deras dan petir menyambar-nyambar. Semua penumpang bus malam dalam keadaan terlelap. Dingin sekali di dalam bus. Adhara terbangun karena kebelet pipis. Karena posisi duduk Adhara berada di jendela, maka terpaksa sedikit membangunkan Enief yang ngorok dengan sukses. Adhara melangkah dan berjalan ke arah belakang menuju toilet.

Begitu selesai pipis, susah payah Adhara mau cuci tangan, sebab jalanan pas nggronjal-nggronjal tidak karuan hingga bus bergoyang-goyang kencang sekali. Apalagi toilet posisinya berada di belakang sehingga setiap goncangan seakan bagian belakang bus terlempar ke atas. Dan saat itu membuat Adhara terpeleset di dalam toilet.

" E kutilllll....e kutilllll.....!"

Dengan refleks Adhara latah teriak kenceng banget sebut kutil di dalam toilet. Tapi dengan cepat Ia sadar akan latahnya, dan membungkam mulutnya sendiri sambil cekakak'an. Batin Adhara," kayak orang Citeureup aja latah." Dan meski orang katrok, Adhara tau bahwa yang suka latah itu biasanya wanita.

Akhirnya sampailah di sebuah rumah makan langganan bus malam. Semua penumpang turun. Sisa-sisa gerimis masih terasa. Jam sudah menunjuk lewat tengah malam. Aroma masakan dari resto sangat menggoda.

"Gon, ayo mangan sik, kowe mau disangoni mamak to?, Enief tanya kepada Adhara , karena biasanya memang mamaknya Adhara selalu perhatian dengan hal satu ini.

"Papiku nyangoni aku 30 juta, takutnya nanti kekurangan di Surabaya, jadi sekalian saja biar ngga transfer melulu, duit semono kudu dientekke jare papiku", Enief nyerocos sambil nenteng ranselnya Adhara yang berisi termos dan beberapa macam camilan.

"My Mom yo nyangoni aku kok, 80 juta. Jare mamak, eh my mom, nek entek kon sms atau kirim pesan melalui WA, nanti pasti mommy jual itik lagi buat kirim duit."

Keduanya masuk ke resto dan pesan teh anget. Mereka cuma agar bisa duduk dan makan bekal dari mamak Fitrie pake E, yang tak kalah enak dengan menu resto di sini. Namun mereka berdua tergoda untuk pesan salah satu menu resto yang ada.

Tiba-tiba Enief berdiri dan mencari mba-mba yang berada di kasir.

"Mba, maaf yo mba, aku butuh vivi, isa ra mba?"

" Aku kasir anyar kok mas, agi rong minggu kerja, ora kenal Vivi iku sapa?"

"Vivi ki sing isa nggo update status kae lho mba, sampeyan ki ra gaul, ra nduwe akun Facebook to mba?"

" Oalah mas....masssss, cakep-cakep kok ndesit, katrok, kuwi WiFi mas, dudu Vivi, marai gawe bingung wae wong iki." Ada mas, cari saja , namanya "Nganjukokepunya_01" passwordnya itu lho mas, ditempel di dekat pintu masuk!"

Enief seneng banget bisa eksis di mana saja, pokoknya jangan sampai ketinggalan ngga update status. Enief juga kasih tau ke Adhara kalau di sini ada vivi gratis untuk bisa update status di Facebook, juga bisa selfie.

Akhirnya Eneif pasang status:

" Sedang makan spaghetti with meatballs@ Resto Nganjuk"

Langsung komentar berdatangan,

Mput: wis ndek Nganjuk to Mas, mengko nek wis tekan pasar Turi ngabari, aja kesasar lho mas!"

Mamak Fitrie pake E : nak, tolong kuwi Adhara suruh jaga termos emak ya, kredit di mendring belum lunas !"

GRay Agustina : Nip, kowe doyan western food, kok nggaya!"

Adhara: western food mbahmu kuwi, lha pesen mie ayam bakso ae ngomong spaghetti with meatballs, iku nggolek neng Google ki mau lhoooooo !"





Sebelum meninggalkan resto, Enief dan Adhara selfie bareng dengan latar gerbang resto Nganjuk. Lalu mereka posting di Facebook. Namun karena belum biasa menggunakan HP Android yang canggih, bukannya mereka berdua yang tampak di dalam foto, namun seorang ibu-ibu yang sedang menyusui bayinya yang kebetulan duduk di warung tenda depan resto.

Akhirnya para penumpang masuk semua ke dalam bus dan meneruskan perjalanan ke Surabaya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Menjelang subuh bus sudah sampai tujuan. Mput jemput mereka di depan pasar Turi. Enief dan Adhara super konsentrasi dengan memperhatikan ke arah luar agar bisa melihat sosok Mput. Sebelumnya Adhara kirim pesan ke Mput agar membawa bendera putih untuk bisa lebih jelas terlihat keberadaan Mput. Maka Mput harus melambai-lambaikan bendera putih setiap bus lewat.

" Su, wo lha kae Mput wis nunggu neng pinggir ndalan kae lho...genderone wis melambai-lambai."

Adhara menengok ke arah luar, dan kegirangan begitu melihat bendera putih. Enief berjalan ke depan dan bilang Pak sopir, berhenti pas ada bendera putih.

"Lho mas, jarene mudhuk pasar Turi, dilut meneh mas, iki durung tekan!"

Pak sopir menjelaskan kepada Enief.

" Adikku nunggu , dekne nganggo gendero putih kok Pak, lha kuwi, ngarep enek bendera melambai , mesti kuwi adikku nunggu."

" Oh,dudu adikmu iku mas, iku enek sripah mas, mengko nek wis ndek pasar Turi tak omongi."

Enief kembali ke tempat duduknya dan bilang ke Adhara bahwa tadi bukan benderanya si Mput, tapi bendera orang meninggal di gang pinggir jalan tadi.

Beberapa menit kemudian Pak sopir teriak memberi tahu bahwa yang akan turun di pasar Turi harap mempersiapkan diri. Enief dan Adhara bergegas membenahi bekal dan beberapa tas kresek yang isinya oleh oleh khas Jogja.

Mput dan bendera putih sudah tampak. Enief dan Adhara turun secara beruntun. Berdua kerepotan sebab bawaan pating krentil( banyak banget) dan terpisah-pisah oleh tas kresek. Baru saja pintu bus ditutup oleh kondektur dan bus jalan pelan-pelan, tiba-tiba Adhara teriak kepada Enief.

" Nipppp, termosku ketinggalan nek bus, tulong mlayu mumpung bus jik rindik-rindik", Mamak isa semaput nek termos ilang."

"Wooo....kirik tenan, gombal mukiyo", Enief misuh-misuh ke Adhara yang kerepotan bawa buntelan. Sambil lari ngejar bus, Enief mbengok sero banget.

"Pak kondektuuurrrr......Pak sopirrrrr.......hopppp pak...hoppppp....hoppppp, termosku ketinggalan paaakkkk...!"

Sopir melihat dari kaca spion Enief lari sambil melambaikan tangan ke arah bus. Bus berhenti dan kondektur membuka pintu.

"Apa mas sing ketinggalan?"

"Termos pak, di tempat dudukku tadi."

Pak kondektur bergegas mengambilkan termosnya Adhara. Sementara itu tampak Adhara ngobrol sama Mput. Mput tampak senang kedatangan kakak dan temannya untuk beberapa hari di Surabaya.

Enief sampai di di depan pasar Turi, di mana Mput dan Adhara menunggunya. Enief menggeh-menggeh kehabisan nafasnya karena harus lari mengejar bus.

"Mputttttt.....wis nunggu ndek kene suwe ta?" Adhara mendadak setengah logat Jogja setengah logat Surabaya."

"Ora mas, baru lima menit hihihi....", wis ayo ndang nggolek taksi, cepet tekan ngomah ndang ngaso, ibuk wis masak lho, pepes tahu, oseng-oseng pare sama teri."




Bersambung: cerita dipenggal sampai di sini, karena terlalu panjang, selanjutnya ikuti kisah Asep Chen dan Juned(Jonathan Leung), bertemu di taman Bungkul. Dan penjual akik pesenan mba Tiwi hahaha.....
Suka ·  · 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tahun 80-an (anak-anak Jogja).

Pagi Dan Secangkir Kopi

Randoseru, ransel sekolah di Jepan