Lajang, jalang
Ini tentang penulis yang berani menuliskan dengan sangat vulgar, penulis muda, wanita berjilbab dan masih kuliah saat menulis buku ini.
Seks tanpa/ sebelum Menikah
Kita tak dapat menutup mata pada kenyataan bahwa nilai-nilai masyarakat mengenai seks telah berubah. Walaupun kita rajin ke mesjid atau ke gereja tapi faktanya 60% dari remaja putri (usia belasan tahun) sudah tidak perawan dan sangat mengerikan bahwa 60% dari pengalaman seks mereka dilakukan di rumah.mengundang decak – Labia, Puting, Ketika Otak di Selangkangan adalah contohnya. Dan sangat menarik membaca ini:
Puting mama untukku, itu dulu. Puting gadisku untukku,
“Jangan?”, Kenapa, “Pokoknya jangan!”
Bibirmu sudah kukecup, lehermu penuh cupang. Bahkan putingmu kulumat. Kenapa di bawah itu jangan?
“Kumohon jangan, aku masih perawan!”
Ah, gadisku. Kamu masih perawan tapi putingmu jadi korban. Gadisku, kamu masih perawan tapi hanya di bawah sana. Kalau boleh jujur, kamu tak perawan lagi. Kamu hanya tertipu oleh diksi. Kamu telah menikmati persenggamaan, walau hanya sampai puting….kamu biarkan putingmu jadi korban….ah jujur saja, aku lelaki timur yang walau bejat begini, tetap cari calon isteri yang perawan. Kamu tak lagi perawan.
Wow…membaca untaian kata yang ditulis Vira membuat aku sadar tulisanku gak ada apa-apanya dibandingkan alinea ini. Vira sungguh pandai memainkan diksi. Maka Virapun makin larut dalam eksplorasi alam pikiran para “pelaku” jabat kelamin. Bahwa permainan selangkangan menjadi tidak sesederhana acara jabat kelamin. Ada sesal, ada dendam ada tangis disana tapi pada satu titik manusia kembali ke nature-nya, bahwa pada suatu titik ternyata permainan di selangkangan bisa jadi sarana penyelesaian rasa…bukankah seks sarana rekreasi tertua?(Dee Davennar)
Komentar
Posting Komentar