ENTROK - Novel Karya Okky Mandasari
Adalah Marni kecil yang hidup di tahun 50-an. Hidup hanya
berdua bersama ibunya. Mereka berdua hidup di desa terpencil, sangat miskin.
Pekerjaan sehari-hari hanyalah buruh di
pasar, sebagai pengupas singkong dengan upah singkong, bukan uang. Menjelang puber,
Marni merasakan pertumbuhan payudaranya sehingga agak mengganggu. Maka, ia
mengatakan keinginannya untuk memakai entrok, seperti sepupunya.
Ibunya Marni tentu saja kaget, karena entrok adalah barang
mewah saat itu. Hanya orang-orang mampu saja yang bisa membeli entrok. Sejak
saat itu, Marni punya mimpi. Dari sini awal pembentukan karakter tokoh Marni.
Kelak Marni akan menjadi seorang wanita yang akan selalu mengejar
mimpi-mimpinya.
Tahun berganti tahun terus bergulir. Marni sudah mempunyai
anak satu bernama Rahayu yang sudah menginjak remaja. Rahayu adalah anak dari
pernikahannya dengan Teja, yang dulu sama-sama kuli di pasar . Polemik terjadi
berawal dari perbedaan keyakinan dengan anaknya sendiri Rahayu. Marni yang
sejak kecil tidak mengenyam bangku sekolah, buta huruf, tidak mengenal ágama.
Marni hanya mengenal Mbah Ibu Bumi, Dan melakukan ritual sesajen untuk berdoa.
Rahayu yang mempunyai pendidikan hingga menengah atas, Dan
mempunyai guru Agama bernama pak Wiji, telah mengajari nya bahwa apa yang dilakukan
ibunya itu musrik, tidak beragama dan berdosa. Seketika Rahayu bertengkar
dengan Marni, ibunya sendiri, Dan membuang tumpeng dan ingkung yang digunakan
untuk sesajen.
Itulah kehidupan Marni. Seorang wanita yang ditokohkan dalam
novel Entrok ini. Wanita yang sangat
kuat, gigih, Dan pekerja keras, sehingga segala apa yang diinginkannya bisa
diraihnya. Setiap tetes keringatnya adalah apa yang diraihnya. Rumah, sawah,
móbil, semuanya diraihnya dari tetes keringatnya sendiri. Suaminya Teja, tak
pernah menjadi suami yang pekerja keras. Ia hanya mengantarkan Marni ke pasar
setiap hari Dan bantu angkat-angkat barang . Selain itu, Teja juga pemabok dan
lain perempuan. Marni tahu itu. Tetapi tidak mau menceraikan Teja, karena tidak
mau berbagi harta yang sebenarnya hanya Marni yang mencari semuanya itu.
Cobaan Marni dalam hidupnya tak pernah berhenti. Anaknya
sendiri menjadi musuhnya. Marni juga menjadi rentenir sehingga semua sekampung
selalu membicarakannya. Marni yang kaya raya, menjadi bahan omongan sebagai
pemeras, memelihara pesugihan. Semua itu didengar oleh Rahayu, Dan Rahayu
semakin mengambil jarak dengan ibunya sendiri.
Marni mengatakan bahwa anaknya disekolahkan tetapi malah
tidak bisa menjadi manusia. Setiap hari memarahi ibunya sendiri. Marni bertanya
kenapa dosa? Ia tidak mencuri, tidak membunuh, tidak merugikan orang lain,
Marni malah menolong banyak tetangga Dan orang-orang di pasar dengan meminjami
uang. Rahayu memberitahukan kepada Marni ibunya, bahwa apa yang dilakukan
selama ini adalah dosa.
Meski semua orang membicarakan Marni, tetapi mereka selalu
meminjam uang kepada Marni, termasuk guru ngajinya Rahayu. Mereka juga menonton
TV rame-rame di rumah Marni. Namun di belakang, mereka terus saja menggunjing
Marni dengan sebutan rentenir, mempunyai pesugihan dan lain-lain.
Novel Entrok menguatkan tokoh dua wanita yaitu Marni dan
Rahayu. Kedua tokoh inilah yang menjadi narator kisah di dalamnya. Diksinya
sangat santai, dengan bahasa yang membumi. Untuk orang Jawa, bahasanya sangat
melekat dalam keseharian. Novel ini akan membawa pembaca ke lorong waktu dengan
nuansa yang sangat asli dituturkan oleh Okky penulisnya. Okky sungguh lihai
menyuguhkan suasana pada kisaran tahun 1950-1994. Padahal Okky sendiri lahir
tahun 1984.
Kisahnya yang sangat sederhana. Namun sangat lengkap dalam
mengusung masalah dalam negeri ini di masa itu. Bahkan hingga saat inipun
masalah itu masih ada, meski tidak setajam saat itu. Feminisme, pluralisme, politik, profesi,
kepercayaan, serta agama. Semua dihadirkan dalam nuansa yang begitu
komplek dan kesewenang-wenangan.
Bahkan kekejaman aparat negara
telah dihadirkan dalam novel ini melalui pemerasan terhadap Marni. Setiap
pemilu, Marni akan diminta menyumbang untuk kampanye, dengan jumlah uang yang
sangat banyak untuk saat itu. Belum sumbangan setiap dua minggu, ia diperas
oleh aparat Agar mau setor uang keamanan. Kelak ia juga harus merelakan
tanahnya yang ditanami tebu seluas satu
hektar, hanya karena untuk menyelesaikan persoalan yang ditinggalkan Teja,
karena suaminya yang suka main perempuan, Tiba-tiba ada wanita yang membawa
anak kecil yang ternyata anaknya Teja. Wanita itu menuntut harta, bagiannya
Teja.
Padahal Teja tak pernah bekerja.
Semua kekayaan didapat atas kerja keras Marni. Enak saja Tiba-tiba ada wanita
tak dikenal minta separo kekayaannya. Untuk menyelesaikannya, Marni menghubungi
aparat. Tanpa basa basi, aparat itu meminta satu hektar tanahnya. Hanya dengan
datang ke rumah Marni, membawa tinta, cap jempol, lalu seritikat diserahkan ke
tentara. Marni masih beruntung karena tidak harus kalah dengan wanita tadi.
Hanya itu Marni harus membayar mahal. Marni tidak sudi berbagi harta miliknya.
Dalam novel ini, sungguh Marni yang
bodoh Dan buta huruf tetapi menjadi orang kaya karena keuletannya dalam
bekerja, hanya menjadi sasaran pemerasan oleh aparat negara. Selain itu,
masalah dengan anaknya juga. Anak yang dibanggakan itu kuliah di Jogja, tetapi
malah mau dijadikan istri ke-4 oleh guru ngajinya sendiri. Dan menikah siri.
Marni yang ingin anaknya nikah dengan pesta besar-besaran, ditolak oleh Rahayu.
Setelah itu, Rahayu bertahun-tahun tak menemui ibunya.
Hingga pada suatu saat, Rahayu
dikabarkan masuk penjara Dan di cap PKI. Pada waktu itu, siapapun orang yang
dicap sebagai PKI akan tertutup semua jalannya. Tak akan bisa menjadi pegawai.
Semua tetangga akan menjauh. Maka ketika Rahayu sudah saatnya keluar dari
penjara, Marni terpaksa menjual lagi tanahnya yang tinggal satu hektar, untuk
membayar kebebasan Rahayu. Marni bahagia bahwa Rahayu kembali ke pelukannya. Anak
satu-satunya yang sangat dirindukan. Rahayu sudah berbeda, ia pendiam Dan
sangat menuruti ibunya.
Ketika Marni mencarikan jodoh untuk
Rahayu, Marni menawari anaknya pak Kirun, teman Marni, namanya Sutomo yang
kerjanya sebagai kusir andong. Marni telah menyiapkan segala pesta
besar-besaran, menyembelih satu ekor sapi untuk memasak hidangan rawon. Rahayu
telah dipingit. Tetapi menjelang hari pernikahan, pak Kirun datang bersama
anaknya, mengatakan bahwa pernikahan dibatalkan, karena baru tau bahwa Rahayu adalah
PKI. Sejak kejadian itu, Marni menjadi gila.
Sampai di sini bisa saya simpulkan
bahwa novel ini sangat ciamik. Kisahnya benar-benar dahsyat. Diksinya ringan,
sederhana. Bahasanya juga sederhana. Tema feminisme yang disuguhkan ketika
Marni bercita-cita ingin memberikan upah kepada buruh wanita dengan upah yang
sama dengan laki-laki. Politik juga, kesewenang-wenangan jaman militer yang
sadis dan mengerikan. Tetnang PKI, pemilu, aparat yang pemeras.
Dalam tulisan saya ini belum saya
ceritakan tentang Koh Cahyadi, seorang etnis tionghoa yang dipenjara gara-gara
sering mengunjungi Keleteng dan menyumbang untuk tarian barongsai. Jelas sudah
ketika itu masa pemerintah di mana semua yang berbau Cina sangat di larang.
Lalu soal pemilu yang harus Dan wajib memilih lambang tertentu. Meskipun novel ini bersetting masa
lalu, tetapi permasalahan prularisme, intoleransi, kesewenang-wenangan ,
situasi sosial politik yang masih relevan untuk saat ini.
Terakhir adalah tentang judul
novel. ENTROK, judul yang singkat Dan menggelitik. Bahkan saya ayng orang
Jwapun tak tau kalau ENTROK itu artinya beha, bra, kutang. Pakaian dalam
wanita. Meskipun judulnya sexy, dan covernyapun berupa punggung wanita dengan
kedua tangan yang akan mengaitkan kancing beha, namun di dalamnya tak ada cerita
tentang kehangatan sebuah ranjang. Ada beberapa kisah tentang Marni teman
lelaki, tetapi tidak diceritakan. Jadi pembaca sudah tau Dan jangan berharap
ada adegan ranjang di dalam novel ini. Tapi jika anda tidak membaca, saya
sarankan untuk membacanya. Kisahnya luar biasa. Marni hebat, tetapi hidup pada
tempat Dan masa yang sangat rumit baginya.
Komentar
Posting Komentar