Pagi Dan Secangkir Kopi

Ingatanku melayang pada Santi, ia wanita yang pernah singgah dalam hidupku. Kehangatannya membuatku tak mudah untuk melupakannya.

“Aku sungguh tak mengerti, mengapa aku jatuh cinta padamu Rudy!” Santi menatapku lekat.
Wajahnya lembut, mendesirkan hati siapa saja yang memandangnya. Santi seorang wanita yang meruntuhkan hati banyak pria. Aku mengerti dan teramat aku pahami. Tetapi yang tak kumengerti adalah, kenapa aku tak bisa mencintainya ketika itu. Segalanya berubah ketika Santi tak pernah lagi menemuiku.
Sederhana saja awalnya. Santi menyukai tulisan-tulisanku yang bukunya mejeng di beberapa toko buku ternama. Aku memang menulis beberapa novel romance . Dan aku tak mengira bahwa Santi salah satu pembaca setia novel-novelku. Hanya mengenal namaku dan tulisan-tulisanku. Itu saja. Suatu hari, di sebuah lobby hotel, seseorang memanggilku.
“Rudy! Hai...Rudy...!” wanita berbaju kuning itu menyebut judul salah satu novelku “Bulan Di Atas Rembang.”
Aku menoleh ke arahnya, ia mengenalkan diri bernama Santi dan mengatakan bahwa ia sangat menyukai novel-novelku. Aku tersenyum menyambut uluran tangannya. Dan aku mengiyakan ketika ia meminta kontak WA-ku. Kumasukkan kartu namanya dalam tas ranselku tanpa membaca terlebih dahulu.
Sejak pertemuan itu, entah kenapa aku dan Santi jadi rajin ngobrol apa saja dan kadang janjian bertemu. Jika tak chat dengannya, seperti ada yang aneh. Ada desiran rindu menyelinap dalam hatiku. Kalau sudah seperti itu, aku akan menilponnya dan mendengar suaranya yang manja. Tanpa ada pernyataan dari masing-masing, kami sering jalan bersama, ke mana-mana berdua, lalu tak terasa bahwa kami saling kasih.
Aku tak berbohong bahwa banyak lelaki yang mulai jatuh hati, kepada Santi, baik diam-diam maupun terang-terangan. Para lelaki iseng, lelaki beristri bahkan lelaki yang masih hidup sendiri.Tapi Santi telah memilihku menjadi kekasihnya.
"Rudy, sayangku, udah sarapan?" suara itu aku tangkap dari dapur.
Aku tak menghiraukannya, sebab pikiranku penuh dengan ide yang terus saja mengalir deras hingga memenuhi ruang batinku. Hingga tak peduli, jariku terus menari di atas keyboard laptopku ,laju jemariku dan berdesakannya berjuta khayalan yang memenuhi benak kepalaku.
" Seperti pernyataan-pernyataan cintaku selama ini kepadamu. Akupun begitu yakin bahwa cintamu juga hanya untukku. Dan apapun itu, aku akan tetap mencintaimu apa adanya.Tapi tak apalah kamu berlalu dariku, jika memang itu maumu. Kelak jika kamu dapatkan bunga itu tak seharum dalam anganmu, maka kembalilah kamu padaku. Tanganku terentang luas untuk memelukmu kembali."
Aku menyudahi penggalan kalimat terakhir dalam novel terbaruku, "Cintaku Musnah Di Tepi Pantai Berpasir Putih". Novel yang kubuat dengan penuh perasaan atas apa yang kini tengah menerpaku. Aku merasa sangat kehilangan Santi. Dan itu adalah kebodohanku sendiri. Yah..aku yang telah menghempaskannya. Dan memilih Dina, wanita yang telah mengkhianatiku.
Kini aku bagaikan kapas yang terbang terbawa angin melayang-layang di udara. Adakah Santi masih mencintaiku, masih merindukanku? Saat kemudian beragam cerita memenuhi otakku, berlaksa cinta yang memenuhi ruang hatiku. Dan Santi adalah pelabuhan cintaku.
Betapa besar rasa cintanya kepadaku. Tak ada lagi ia mengirimkan pesannya kepadaku, pesan-pesan hangat dan mesra setiap pagi. Aku memercayainya, saat ia mengatakan hal itu kepadaku. Sebuah pengakuan atas hasrat cinta yang menggelora, cinta yang ia ungkapkan kepadaku itu akan membawaku pada keindahan surga.
Pertemuan-pertemuanku dengannya pernah membuat hatinya bermekaran bunga-bunga cinta. Akupun menyambutnya penuh gairah Asmará. Mata Santi yang indah itu selalu berbinar makin indah ketika menatapku. Kadang aku tak kuasa dengan tatapannya. Seolah menghujam jantungku. Kini aku hanya bisa memikirkannya. Dan semua akan tertuang dalam tulisanku.
Hingga detik ini, Santi tak pernah lagi menghubungiku, baik melalui telepon sms, inbox, chatting, email atau pun yang lain. Kisah asmaraku musnah sudah. Tapi aku memakluminya. Bukan salah ia memenggal cinta itu, tapi lebih karena sikapku. Aku mengerti, cukup mengerti, bahkan sangat mengerti.
Tetapi ada semacam aliran hangat yang memenuhi benakku. Bahwa, melalui temanku yang satu kota dengan Santi, bahwa Santi kerap merindukanku dalam syair-syairnya. Santi kerap melagukan tembang asmara dalam syair cinta yang ia ungkapkan di depanku dulu. ia kirimkan untukku melalui pesan teks. Dan hingga saat ini Santi masih melakukan itu, jauh di sana, di kotanya.
“Rudy, Santi masih rajin menulis bait-bait cinta, masih seperti dulu, ia tidak berubah hatinya!”, temanku menunjukkan satu blog dengan background warna ungu muda.
Aku cuek, karena Santi memang memiliki banyak blog yang dipenuhi oleh lautan cerita. Sejak ia meninggalkanku, aku berusaha untuk melupakan, meski semakin melupakan, semakin aku lelah dan tersiksa sekali. Aku enggan menengok tentang dirinya, pun tulisan-tulisannya.
“Selamat pagi sayang!”, sebuah kecupan hangat mendarat di bibirku. Santi membawa secangkir kopi yang masih panas dan dua lembar roti bakar coklat.
Aku tersentak , buyar lamunaku tentang masa lalu. Kututup laptop dan kubalas kecupan lembutnya.

Komentar

  1. Infiniti Pro Rainbow Titanium Flat Iron - Titanium Arts
    Infiniti PRO Rainbow Titanium Flat Iron This is the only genuine Titanium Alloy Iron westcott titanium scissors on revlon titanium max edition a sterling titanium flash mica silver titanium dog teeth implants plated metal alloy. This steel weighs just 1.8 ounces, with a titanium chainmail

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jogja ohh...Jogja..! Part 1

Tahun 80-an (anak-anak Jogja).

Nama-nama Jepang dan Mengenal Huruf Jepang