Kau Dan Aku


Beberapa hari yang lalu ia datang lagi dalam hidupku. Dia yang dulu pernah mempunyai cerita denganku. Tatapan matanya sangat bening, suaranya sexy menambah pesona pria itu. Sulit mendiskripsikan sosoknya, sebab apapun yang ia lakukan, bagiku adalah keindahahan. Dan kini ia menyalakan lagi gejolak yang pernah padam. Aku menginginkannya lagi.

Aku menjemputnya di bandara. Sempat terlintas dalam pikiranku bahwa pertemuan kami kali ini akan menggoreskan cerita yang indah di antara aku dan dia. Bagaimana tidak? Setiap aku bicara dengannya melalui online, cerita yang kami punya adalah cerita yang selalu dibumbui dengan hubungan intim antar dua anak manusia, cerita kami pun akan berbeda adanya, . Aku ngga  mau lagi ia pergi, aku ngga mau lagi ada jarak  dengannya. Rindu terlalu berat untuk dirasakan lagi.  Dengan kemeja putih dan tas ransel, dia meninggalkan pintu kedatangan dan aku pun mengejarnya untuk menyapa pria tampan yang telah aku tunggu-tunggu  ini. Dia beda, dia  nampak tampan dan semakin kekar.


“Hai sayang..apakabar?” kataku sambil mencium bibirnya .
“Aku baik-baik saja! Sayang apa kabar?”
“Ya! I am great!” jawabku dengan tersenyum bahagia karena melihatnya kembali bersamaku

Aku bahagia, tapi aku ngga sebahagia ketika aku menjemput lelaki yang datang pada tiga tahun lalu. Bahkan, yang kurasakan adalah suatu kekacauan dalam pikiran dan hatiku yang membuatku takut untuk berjalan di sampingnya atau lebih tepatnya aku menginginkan agar dia ngga usah datang ke sini karena dia akan memunculkan lagi rasa cinta yang selama ini aku redam. Tapi apa boleh buat, ia sudah berada dalam pelukanku kembali.

Ya, itulah yang ada dalam pikiranku ketika aku berada dalam dekapannya saat aku dan dia melepaskan segala kerinduan yang selama ini tertahan. Rindu karena aku telah melewatkan lembar kisah bersamanya. Kisah yang tak akan mati.

“Hujan! Dingin!” katanya

Aku tahu dia memancingku agar aku memeluk tubuh kekarnya itu seperti dulu, aku ngga tahu apa yang harus kulakukan. Apakah aku harus memeluknya tanpa rasa benci pada lelakiku atau aku membiarkannya kedinginan setelah aku membuatnya datang kemari?

“Aku akan menghangatkanmu!” kataku dengan tangan yang langsung melingkar dalam pelukannya. Kuciumi lelakiku ini dengan penuh kasih. Kudekatkan wajahku tepat di depan hidungnya, kutatap matanya. Aku masih merasakan getar-getar indah dalam dada. Lelaki ini yang telah membuat hidupku bergejolak.  
Pikiranku sangat kacau, antara membencinya karena sebuah pengkhianatan, tetapi aku sangat mencintainya dan begitu merindukannya. Aku ingin bersamanya selamanya. Pengkhianatan yang aku ketahui itu sangat menghancurkan hati dan perasaanku. Lukaku menganga lagi. Perih.
Ternyata, semua yang telah kuberikan dengan tulus, cinta dan kesetiaanku selama ini tak pernah berarti . Diam-diam lelakiku ini menjalin cinta dengan wanita lain. Dan aku telah mengatakan kepadanya, jika memang itu maunya, tinggalkanlah aku. Aku mengerti. Aku paham. Toh aku terlalu tua untukmu. Bersamalah dengannya, kalau memang itu maumu. Dia masih cantik, muda, dan tubuhnya masih indah. Itu yang selalu kau cari.
Ketika itu aku mengatakan semua kepadanya setelah berhari-hari diam dan menata emosiku. Berat menerima kenyataan. Namun di lubuk hati yang paling dalam, aku mencintainya. Diapun telah meminta maaf kepadaku atas apa yang telah dilakukannya. Aku memaafkannya. Sungguh, aku memaafkannya meski sejujurnya aku ragu akan janjinya untuk tidak main hati dengan wanita lain.


“Kamu itu memang wanita bodoh!” kata seseorang dalam pikiranku.

“Kamu ngga ingat? Dulu kamu  pernah dipermainkannya! Kamu dulu pernah dikhianati, saat kamu benar-benar mencintainya dengan tulus. Saat kamu melakuakn semuanya untuknya?” “Kamu ngga ingat dengan semua itu?”

Kamu ini sudah punya lelakimu. Lelaki yang peduli denganmu, lelaki sangat mencintai dan memberikan hidupnya untukmu !”


Suara itu terus berbicara padaku dan terus mengarahkanku. Aku merasa kacau, aku merasa gila. Apa mau perempuan ini? Mengapa dia ndak ada henti-hentinya menasehatiku? Menasehatiku dengan keras dan menggoblok-goblokan aku.
Aku mencoba tenang. Aku ngga boleh marah terhadap suara itu, suara itu memang benar adanya.

Tetapi tidak bisa aku hindari bahwa aku mencintai lelaki ini, begitupun dia, mencintaiku. Kehangatan bersamanya telah berkali-kali aku lewatkan. Dia begitu menggairahkan, dan hatiku bergejolak ketika bersamanya. Nafsu birahi dan semua kerinduan kulapiaskan Sat bersamanya.

Yah..aku telah bermain api dengannya, dan aku terjerat oleh pesonanya. Aku tak mampu meninggalkannya. Kini aku bersamanya lagi untuk beberapa saat. Dia masih tampan seperti biasanya. Pesonanya makin membuatku terjerat semakin erat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jogja ohh...Jogja..! Part 1

Tahun 80-an (anak-anak Jogja).

Nama-nama Jepang dan Mengenal Huruf Jepang