Por Amor
Berawal dari beberapa tahun lalu ketika aku menghabiskan liburanku di
rumah teman baikku, namanya Tony. Dia berasal dari kota São Paulo.
“Man, ikut aku yuk ke São Paulo!”
“Kapan Ton dan berapa lama?”
“Satu bulan Man, aku mau ambil cuti.” Kita berangkat minggu depan kalau
mau kabarin aku ya!”
Aku mengambil cuti dan menerima tawaran Tony untuk ikut liburan ke
kotanya. Aku dan Tony tinggal di Curitiba dan kami berdua bekerja di tempat
yang sama. Cutiku lama. Makanya aku mau saja diajak liburan sama temanku itu ke
São Paulo. Aku menginap di rumah Tony selama iburan.
Di sana, aku ketemu Anita, ibunya Tony. Dia orang tua tunggal. Namanya
juga menginap selama liburan di rumah mereka, aku jadi sering ngobrol bersama
Anita. Kami berdua hampir tiap sore nongkrong bareng di balkon, ngobrol sambil menikmati
kopi. Semula aku memanggilnya tante, tapi entah, lama-lama aku memanggil nama
dan merasa sedikit ada kehangatan setiap kali berada dekat dengannya.
Jujur saja, dari pertama bertemu, aku sudah merasa deg-degan melihat
Anita. Meski sudah berumur, ia tampak sexy dengan memakai tshirt dan celana
jeans pendek. Bicaranya ringan dan mempunyai selera humor. Tak pernah kehabisan
topik untuk ngobrol dengannya. Aku merasa nyambung banget, tapi sumpah, waktu
itu kami ngga aneh-aneh. Beneran ngobrol doang. Kebetulan kami mempunyai
passion yang sama, sastra, puisi, dan juga fotografer. Aku sadar lah risikonya,
dia ibunya temanku sendiri. Selisih usia kami juga jauh banget. Hampir 20
tahun. Tapi apa yang aku rasakan, getaran dalam hatiku tak bisa aku hindari.
Begitu liburan selesai, aku dan Tony harus balik ke Curitiba. Ada rasa
rindu menyelinap di hatiku setiap mengingat Anita. Dan satu-satunya komunikasi
kami adalah melalui kontak WA. Dengan kata-kata kami saling menyampaikan
perasaan, Anitapun merasakan hal yang sama. Kami terus menjalin hubungan dan ketemuan diam-diam, tanpa setahu temanku.
“Te amo!”,
Anita selalu mengirimkan pesan itu setiap pagi untukku.
“Pagi sayangku, aku sayang kamu selalu!”
Anita bagiku wanita yang penuh pesona, anggun dan smart. Sexy dan juga
exotic. Ada perasaan bergejolak di hatiku ketika mengingatnya. Ya, aku mengakui
bahwa aku telah jatuh cinta pada Anita, ibu dari teman baikku.
“Pagi Roman, bengong melulu, lihatin apaan sih?”
Tony membuatku gugup, sebab aku sedang bertukar pesan dengan ibunya.
Tony tidak tau bahwa aku sudah lama menjalin hubungan intim dengan ibunya. Dan
aku tak punya keberanian untuk mengatakan kepadanya. Aku tau, mungkin Tony akan
marah besar kepadaku jika tau bahwa aku telah bersama ibunya selama ini.
~~~~
Sao
Paulo 2019
Malam
itu sedikit dingin. Angin semilir menerpa gorden jendela yang menembus kamar
hingga anginnya melintas di atas tempat tidurku. Aku tarik lagi selimut
menutupi tubuhku. Tak mau angin itu membelai-belai tubuhku yang hanya kututupi
sehelai lingerie warna hitam.
Langit
kelabu, atau entah apa warna langit malam itu. Yang jelas sedikit bintang
tampak menghiasi. Aku mencoba untuk menghitung bintang-bintang yang tampak dari
jendela yang sengaja dibukanya. Sedikit, sedikit sekali, bahkan jumlah jariku
masih lebih banyak dari jumlah bintang yang tampak. Yah, seperti waktumu yang
segera berlalu. Berlalu, untuk kembali ke duniamu. Kembali ke tempatmu yang
berjarak. Akupun tak sanggup membayangkan . Belum pergipun rinduku sudah
mendalam.
Pria
itu dengan style yang sporty, tshirt dan celana jeans, tubuh sedang, kulit
bersih, tidak terlalu tinggi, seperti pria Asia pada umumnya. Tampan, sikapanya
hangat dan mesra. Pesonanya tidak akan pernah bisa ia
sembunyikan, dan ketika itu muncul, itu menjadi pengikat siapapun yang berada
didekatnya. Dan semesta menampakkan itu adalah yang paling tulus dan berseri
yang pernah aku lihat. Aku akan menghabiskan berjam-jam hanya untuk melihat
senyuman itu.
Penampilannya dengan gayanya yang apa
adanya itu, ahh....tidak ada
bandingannya! Kecerdasannya adalah afrodisiak. (dan betapa pintar dia!
Merayu...)
Aku tidak tahu apa yang membuatku
mencintainya. Aku tidak mengerti alasan cinta. Aku tidak tahu apa yang harus
dimiliki seseorang untuk dicintai. Tapi aku tahu apa yang dia miliki, yang
membuatku mencintainya, dia punya sesuatu.
Dulu, ketika ia
pertama kali menginap di rumaku, aku tidak tau bagaimana
mengungkapkan cinta kepadanya. Tidak tau caranya. Hanya merasa senang saja
ketika melihatnya. Merasa ada sesuatu perasaan ketika dekat dengannya. Tidak berani
untuk bicara. Seandainya saja ia bisa menebak maksud dari pandanganku. Tak
perlu aku membutuhkan keberanian untuk bicara. Ia akan tau bahwa caraku
melihatnya adalah cinta untuknya.
Wanita
mana yang tidak tertarik dengan pembawaannya yang selalu hangat. Ia pandai
memuji wanita, hingga wanita dengan mudah akan jatuh hati padanya. Termasuk
diriku. Kini pria itu berada dalam pelukanku. Kami menghabiskan waktu berdua,
menikmati indahnya ragawi.
Ahh,
aku sungguh malu mengakui bahwa aku jatuh cinta pada pria muda yang usianya
sama dengan usia anakku. Jatuh cinta lagi pada usia yang tak lagi muda. Satu
yang tak ku mengerti, mengapa aku jatuh cinta padanya? Salahkah rasa ini? Dan
saat ini aku sedang bersamanya, menikmati gairah cinta.
“Sayang, jangan pernah
mengatakan, “aku mencintaimu”, jika di
dalam lubuk hatimu yang paling dalam tidak ada rasa cinta. Jangan pernah
membicarakan perasaan jika perasaan itu tidak ada. Jangan pernah menyentuh
kehidupanku jika tidak ingin menghancurkan hatiku. Jangan
pernah menatap mataku jika tidak ingin melihatku menangis karenamu.”
Aku ungkapkan segala
ganjalan hatiku kepada Roman, sambil aku pandangi wajahnya yang masih sedikit
mengantuk. Aku dan Roman masih tergolek di ranjang, saling membelai, dan ini
aku buat meyakinkan Roman, bahwa yang berada dalam dekapannya ini wanita yang
telah berumur dan aku tak ingin Roman hanya sekedar berlalu dalam kehidupanku.
“Sayang, kamu ngomong
apa sih?”
“Aku sudah katakan,
bahwa aku emncintaimu apa adanya, aku akan bersamamu selamanya, yakinlah dan
percaya padaku”, Roman mendekapku erat dan menciumi wajahku.
“Sayang,
bangun yuk, kita jalan sebentar”
Dia
ambil celana jeansku yang ku taruh begitu saja di sofá. Dan juga kemeja warna putih, lalu lempar begitu saja di
atas tubuhku yang masih tergolek di ranjang. Setengah malas aku bangkit dan
mengenakan baju dan celana jeansku.
“Bra-ku
di mana sayang, kok ngga ada?”, tanyaku manja kepadanya.
“Udahlah,
ngga usah pakai bra juga ngga apa-apa, kamu selalu cantik di mataku, kamu
selalu indah dan eksotik.
“Ahhh,
ya sudahlah, tapi dingin nih”.
“Nanti
aku peluk, pasti sayang ngga akan kedinginan, percayalah”
Begitu
dia selalu katakan padaku. Dia pria yang sangat hangat dan romantis. Lembut,
kata-katanya membuatku merasa menjadi wanita paling cantik dan sempurna. Aku
begitu menyayanginya. Kami berdua
menelusuri jalan, sedikit sepi. Sangat indah . Kami saling dekap. Sekali-kali
kami saling berciuman. Atau kadang dia menggodaku, “sayang, cium dong, begitu
dia selalu menggodaku sambil senyum-senyum. Aku sering gemas, dan aku cubit
pinggangnya. Dia menghindar. Dia paling geli ketika aku cubit pinggangnya.
Jalan
itu yang kami lewati , cahaya temaram, sinar rembulan menembus diantara ranting-ranting
di sepanjang jalan. Menciptakan romantisme seperti hati kami saat ini. Ini
adalah malam terakhir dia bersamaku. Entah kapan lagi bertemu. Mungkin tahun
depan, atau mungkin tak akan bertemu lagi. Aku dan dia berhubungan jarak jauh.
Cintalah yang bisa menautkan antara aku dan dia. Sebab cinta datang tiba-tiba,
sulit menolak kehadirannya. Dia mengodaku, dia tampan, dan hatiku luluh
dihadapannya.
Malam
ini aku kembali bercinta dengannya. Gejolak yang tak bisa kutahan lagi. Ardi
telah menghempaskan tubuhku di ranjang, menelanjangiku, sangat nafsu. Tangannya
meraba seluruh tubuh telanjangku. Sejenak ia memandangi wajahku, lalu sekejab
ia telah melumat bibirku, aku membalas melumatnya, lidahku telah berada dalam
rongga langit-langit di mulutnya.
Nafas
kami memburu, tubuh kami menyatu. Jari tangannya menyentuh bagian kenikmatan
yang kurasakan, aku merintih, dan dia semakin nafsu, mengisap payudaraku sambil
jarí tangannya menyentuh dan memasukkan ke lubang vaginaku. Aku semakin ngga
tahan.
“Ahh,
sayang, kamu gairahku.” Aku berbisik di telinganya. Tubuhnya yang telah
menindih tubuhku, menekan-nekan hingga aku merasakan puncak kenikmatan yang
luar biasa. Tanganku mencengkeram punggungnya. Aku merintih. Bibirnya kembali
melumatku di antara rintihan. Aku tak berdaya.
Dia
terus memainkan tubuhku. Akupun semakin bergejolak, nafsuku kian membara. Dia
ambil posisi dan aku yang kini menindihnya. Aku begitu agresif menjilati
tubuhnya sambil tangannya meremas payudaraku. Aku terus menekannya , kami
semakin berada di puncak kenikmatan yang luar biasa. Hingga tubuh kami
terhempas lemas di ranjang. Peluh membasahi tubuh kami berdua.
“Sayang,
bagaimana aku bisa jauh darimu kalau seperti ini,” Roman memelukku, menciumiku,
membelai wajahku dengan lembut. Suaranya sedikit gemetar.
“Aku
juga sayang, tak menyangka bahwa kita telah lama bersama, dan aku semakin
menyayangimu, aku tak mau kehilanganmu, tak mau jauh darimu.” Tapi apa boleh
buat, kamu harus balik ke kotamu esok hari.
Malam
semakin larut dan kami terus saling berdekapan, seolah tak mau saling jauh.
Berdekapan dengan tubuh yang tanpa sehelai pakaian, merasakan kulitnya
menyentuh seluruh kulitku. Ahh, rasanya tak mau malam ini cepat berlalu. Aku memandang
wajahnya dan diapun memandang wajahku. Sekali-kali ia melumati bibirku, dan
akupun membalasnya.
“Aku
tak pernah merasa baik-baik saja ketika akan meninggalkan kota ini”, aku tau
kamu gelisah, kamu ngga yakin, kamu memikirkanku, tapi aku harus kembali dan
kamu tau bahwa hal ini harus terjadi. “Sayang, aku tidak pernah merasa nyaman,
ketika melihatmu, wanita yang aku cintai, meragukan kesetiaanku, walau kamu
selalu memberikan tubuhmu untuk melepaskan ledakan-ledakan hormonal dalam
diriku”.
Begitulah
dirimu, berkali-kali kamu katakan hal itu padaku ketika tau bahwa kamu akan
segera meninggalkanku. Aku terdiam dalam dekapannya. Sungguh berat bercinta
dalam jarak. Sebab aku teramat sangat ingin dia ada di dekatku, setiap saat
dalam dekapannya, setiap saat dapat menciumnya dan melihat tawa khasnya yang
membuatnya semakin tampan.
“Sayang,
kamu tampak cantik semalam!” Roman menciumku pagi-pagi sebelum beranjak dari
ranjang.
“Aku
cantik ya?” Mungkin karena habis bercinta semalam haha, jawabku menggoda”.
Dia
ngga tahan, bangkit dari ranjang, dan mulai memelukku dan meciumiku
bertubi-tubi. Bibir kami saling mendekat, beberapa detik kemudian, kami larut
dalam lumatan kenikmatan.
Ia
kembali mendindihku, mencumbuku. Aku membalas memeluknya erat, melumat
bibirnya. Nafas kembali memburu. Aliran hangat kembali kurasakan , nafsuku
menyala, gejolaknya bangkit lagi pagi ini. Kami berdua bercinta lagi sepuasnya.
Dan kami melanjutkan ke kamar mandi, di bawah shower kami saling menyatu,
tangan saling meraba, meremas dan mengisap. Tak sedikitpun waktu kami lewatkan.
Sebentar lagi ia akan terbang, balik ke kotanya lagi.
“Kamu
luar biasa sayangku, kamu eksotik, manis, dan aku suka.”
“Kamu
juga tampan, menggoda, menggairahkan, aku bertekuk lutut di hadapanmu.”
Kami
menghabiskan waktu terindah berdua. Pertemuan itu menjadi awal segalanya, awal
dari cerita kami berdua. Aku ingat beberapa tahun yang lalu aku berjumpa untuk
yang pertama kalinya hanya berdua saja setelah berbulan bulan hanya saling
menjalin hubungan lewat kata-kata. Betapa besar keinginanku untuk bertemu
dengannya dan akhirnya aku sering bersamanya. Rasanya ngga percaya
menerimanya sebagai kekasihku. Senang, takut, gelisah, ngga percaya diri, aku
sempat tidak yakin dengan ketulusannya tentang penerimaan apa adanya.
Gelisah karena ingin bercinta dan merasakan keindahan cinta kami. Ketika
pertama kali aku menyentuh wajahnya dengan jemariku, semakin kuat rasa yang ada
kepadanya. Berdebar debar, perjumpaan itu menjadi awal baru dalam
perjalanan cerita kami, dalam hidup kami.
Aku
akan selalu mencatat setiap perjalanan cinta ini dengan huruf-huruf yang
kurangkai setiap hari maupun dengan hati dan ingatan. Agar cerita ini abadi
melekat di dalam diri ini hingga mati.
Kini,
beberapa bulan semenjak pertemuan itu, kami harus menjalani hubungan jarak
jauh. Kami selalu mengirimkan pesan, mengobrol dengan online setiap hari. Tak
satupun hari tanpa sapaan. Aku selalu mengharap pesan-pesannya hadir menyapaku.
Karena hanya itu yang bisa menawar rindu yang teramat dalam.
“Pagi sayangku.”
“Pagi cintaku.”
“Kamu bangun duluan ngga sapa aku
sih?”
“Aku ngga mau ganggu tidur pulasmu
sayangkuuuuuu.”
“Ya, paling tidak aku bangun pagi,
baca pesanmu, aku jadi senang.”
“Iya deh, aku janji akan selalu
menyapamu setiap pagi.”
Cuma
kadang dia menyebalkan, sudah setiap pagi disapa, jawabannya dingin dan cuek.
Padahal aku selalu menyapanya dengan hangat dan mesra. Tapi aku sudah terlanjur
berjanji untuk menyapanya terlebih dahulu setiap pagi.
“Tak melihatmu sehari saja aku bisa
mati sayang,” katanya manja.
Aku
selalu bahagia dengan kalimat-kalimat sederhana tetapi manis seperti itu. Aku
akan menggodanya pagi ini dengan pesan nakalku. Maka aku sengaja kirim pesan di
kontak WA –nya sebelum ia bangun pagi.
“biarkan kekasihmu ini menggodamu
dengan lingerie berwarna hitam yang
sensual
rambut yang kusut dan wajahnya yang
tanpa make up
di sini...di ranjang
lalu aku pejamkan mata
lamunkan khayal bersamamu, menari,
bercumbu
hasrat yang menyala
kaupun menyambutku, menarikku, kita
tenggelam dalam nafsu birahi
kau jilati tubuhku
kulumat bibirmu
kau memandangku
aku mendekat
kau memegang kenikmatanku
hasratku menyala
membangunkan gejolakmu
kau sibakkan penutup tubuhku
aku mendekapmu
kembali menciummu, melumat semua
bidang wajahmu
lalu kau menuntun diperaduan surga
mata saling terpejam,
hasrat saling menikmatkan
segera temaramkan kamar agar tak
berganggu oleh bayang
kini kita dalam remang saling
menggerayang, menggeliat....nikmat
milik kita...hanya kita...
tentang kita pagi ini”
Lalu,
kukirimkan pula foto sexyku pagi itu dengan lingerie hitam dengan pose tiduran
di atas ranjang yang masih berantakan.
Sebuah
pesan masuk hpku dan aku buka, pasti saja dari Roman kekasihku.
“Membaca pesanmu seperti pingin
mendekap dirimu sayangku, makasih cinta”
“Kau gairahku, kau wanitaku, aku
untukmu selalu dan kamu milikku,”
Aku rindu padanya. Bola matanya yang indah, hidungnya
yang mancung, giginya yang rapi, semua keindahan rupa yang ia miliki adalah
pesonanya, pada akhirnya melenyapkan rasa takut yang sekian lama kurasakan
dalam dada ini. Aku hanyut dalam rasa yang tak kumengerti. Dalam sunyi
kunantikan sapanya datang kembali. Dalam sepi kurindukan kehadirannya kembali.
Meski lewat mimpi, hadirnya sangat berarti.
Malamku bercahaya sejak bersamanya, pagiku dipenuhi bunga
berwarna-warni. Aku tersenyum saat membuka pagi. Ia hadir kembali, membaluriku
dengan pesan yang selalu hangat dan mesra, bahkan kadang-kadang sedikit nakal. Aku
semakin jatuh cinta padanya. Tapi aku hanya bisa mencintai, tanpa pernah
bermimpi untuk memiliki. Mengapa? Sebab usiaku tak muda lagi, sementara ia
bintang yang terang di langit tinggi.
Dan sekian lama, aku masih belum berani mengatakan kepada
anakku bahwa aku telah menjalin asmara dengan temannya. Aku belum siap dengan
reaksi yang akan aku terima.
Lalu,
aku menilpon Roman dan berusaha membuka hatiku untuk mengatakan apa yang selama
ini menjadi beban pikiranku.
“Aku
pikir lagi sampai kapan ya hubungan ini?” Sebab usiaku jauh di atasmu. Sayang kan masih muda dan pastilah ada
keinginan mungkin untuk menjalin
hubungan dengan wanita yang lebih muda.”
Aku
sudah siap bahwa aku suatu saat akan bilang ke kamu, kalau ingin menjalin cinta
dengan wanita lain silahkan, tidak apa-apa.
Meski saat mengatakannya ke padamu, hatiku hancur berantakan.Tapi itu
satu bukti bahwa cintaku padamu tulus dan sangat besar. Kamu tidak boleh
ragukan itu
“Jadi
baper nih aku dengar kamu ngomong gitu sayang, ahh sayang nih, aku ngga akan
meninggalkanmu sayangku, iya nanti aku selalu romantis ke sayang ya,
akhir-akhir ini banyak kesibukan, tapi sayang jangan ragukan cintaku, usia
tidak menjadi penghalang, aku tipikal orang yang sulit jatuh cinta, aku sayang
kamu selalu, aku ngga akan meninggalkanmu sayangku.”
Ia
meyakinkanku dari seberang dengan suara yang amat lembut. Entahlah, aku hanya
berpikir sampai kapan perjalanan cintaku dengannya bisa bertahan.Dia masih
muda, dia tidak terikat dengan siapapun, dia bebas. Dia tampan dan menarik.
Wajar jika aku berpikir bahwa suatu saat dia akan membutuhkan wanita yang masih
muda dan cantik.
Handphoneku
berbunyi tanda pesan masuk. Darinya. Aku segera membuka pesannya dan sungguh
ini sesuatu yang sama sekali tidak aku duga.
“Sayang, kita ke Bali beberapa
minggu yuk, kita bercinta sepuasnya, aku sudah rindu ingin bercinta denganmu”.
“Boleh kok sayang, aku atur waktu dulu,
kita akan segera bertemu kembali”.
“Iya istriku yang seksi, kamu
istriku, kamu seksiku, cantikku, kamu eksotik, aku ini suamimu, kita sudah
lakukan segalanya, kita ini suami istri, kamu udah milikku.”
“Aku senang kau panggil istriku,
hatiku berdebar saat kau memanggilku “istriku” kepadaku.”
Hatiku
berbunga membayangkan pertemuan kembali dengannya. Aku sudah rindu ingin
memeluknya, menciuminya, melumat bibirnya. Rindu dia melepasi helai-helai
pakaianku dan kenakalannya menikmati tubuhku dengan penuh gairah dan nafsu.
~~~~
Bali
2020
.“Udah
bangun atau masih tiduran?, Roman memelukku dari belakang.
“Kangen
lumat puting hitam sayang, sambil isap, rindu isap vagina sayang, pakai lidah,
nafsu aku.”
“Ahh,
sama sayang...aku rindu ingin bercumbu denganmu...”, aku suka kalau kamu nafsu,
aku jadi bergairah.”
“Udah
nafsu lagi belum?” , aku nafsu sayang, aku ngga sabar menunggu, ingin bercinta
sekarang, yuk sayangku?”
Ia
menarik tubuhku, mendekapku erat. Aku ngga tahan dengan rayuannya, kami
bercinta sore itu.
“Nikmat
sayang, makasih atas cintamu.”
“Iya..aku
klimaks rasakan kau jilati klitoris aku, hampir aku tidak tahan untuk tidak mendesah.”
“Suka
kau bilang begitu sayangku, nakal hahahha, aku suka jilat punyamu ahh..”
“Iya
aku rasakan tadi..lidahmu berselancar di klitorisku, aduh nikmat sekali,
makanya aku klimaks, sayang puas juga kan tadi?”
“Kalau
ngga puas ngga keluar sperma sayang.”
“Buat
aku, melihatmu keluar sperma juga salah satu kenikmatanku, aku puas..”
“Hahahahaha
dasar kamu nih sayang.”
“Sayang..kamu
ngga ngantuk kan?”
“Ngga,
mau nonton bola sayang, kalau ada bola.”
“Hehe...iya...bola....mudah-mudahan
ngga ada bola.”
“Haha...ada
dong.......”
Dia
bahagia karena menemukan hobbynya, nonton bola. Kalau sudah bola, lupa
segalanya, istri sendiri dicuekin. Dan aku sangat paham, akupun ngga akan
mengganggu kesukaannya, kubiarkan dia asik dengan tontonan di tv. Aku
menciumnya dan segera pamit meninggalkannya sendiri. Aku mau jalan-jalan keluar
sekedar menikmati taman di hotel
“Helooo..
cintaku sayangku kekasih hatiku...masih nonton bola ya hehe..., ledekku
kepadanya sambil menciuminya. Aku ingin membuyarkan fokusnya pada bola dan ia
kembali memperhatikanku.
“Andai
kau baca puisiku....ada debar rasa....dalam kecemburuan dan kenikmatan..kau
pasti paham...aku ingin jadi ilalang..yang setia menari...ketika angin
menghampiri..”
“Debar
cemburu?”
“Puisi
tak perlu dipahami..cukup dinikmati saja haha..”, aku berkelakar.
Aku
senang bisa mengalihkan perhatiannya padaku.
~~~~
Sambil
menikmati sarapan pagiku, teh tawar, sekeping biscuit dan mengobrol dengannya
tentang apa saja yang kami lakukan selama beberapa hari bersamanya. Aku bahagia menikmati waktu
bersamanya. Dia juga bahagia bersamaku
“Love
you sayangku.”
“Love
you too sayangku.”
“Pingin
lumat selangkanganmu hahahahahhaha”
“Duh..sayang
nih nakal amat.”
“Pingin
isap V kamu.”
“Aduh
sayang nih godain melulu.”
“Kamu
naruh es krim di vaginamu ya, aku akal isap sampai kering.”
“Aku
bakal isap sampai kering, sukaaa sayangku!”
“Mau
ahh nanti begitu
“Emang
sayang mau naruh ice cream?”
“Kita
akan menikmati seks kita lebih liar, unik dan asik ya sayangku?”
“Atau
tuang red wine di seluruh tubuhmu, dan aku jilati.”
“
Wowwwww..!”
“Mau sayang...”
“Minum
wine di bathub aja sayang..sambil kita telanjang merendam di air panas.”
“Kita
main seks yang liar ya sayangku.”
Dan
itu hari terakhir liburan kami di Bali. Kami melebur jadi satu menikmati waktu
dan bercinta. Terlalu indah bersamanya. Kamipun harus terbang kembali ke
Brasil. Sepanjang perjalanan kami masih saja menikmati kebersamaan dengan penuh
kehangatan.
Kukirim
pesan kepadanya sehari setelah kami tiba kembali di Brasil.
“Ku akan selalu mencatat setiap
perjalanan kita..dengan huruf-huruf yang kurangkai setiap hari maupun dengan
hati dan ingatan. Agar cerita kita abadi melekat di dalam diri ini hingga mati”.
Sedetik
kemudian, balasan darinya masuk ke hpku.
“Membaca letupan hatimu membuatku
ingin mendekap tubuhmu saat ini.... love you”
“Merindumu itu pasti.”
“Iya sayang, makasih untuk rindumu.
Selamat menjalankan aktivitas kembali...”
Rasa itu kuciptakan, awalnya pada saat ia menginap di
rumahku. Ia juga memberikan rasa dan perhatian padaku. Aku tak benar-benar
jatuh cinta saat itu. Sekadar mengagumi sebuah pesona, kemudian kutuangkan
dalam rangkaian kata. Itu saja. Tetapi rasa itu menjadi nyata, akhirnya. Makin
lama makin kian lekat. Tanpa kutahu adanya membelenggu hatiku. Ya, aku
mencintai kekasihku . Dan aku harus segera memberitahukan hal ini kepada
anakku.
~~~
Hubunganku dengan Anita kujalani dengan bahagia. Aku
mencintainya dengan sesungguhnya meski beda usia kami jauh. Toh cinta tidak
mengenal usia. Siapapun berhak bahagia.Aku lebih ingin jujur kepada diriku
sendiri tentang rasa ini. Apapun kata mereka, aku tidak peduli.
Aku tak akan sembunyikan hal paling intim dari hubunganku
dengan Anita. Apa itu tentang cemburu, rindu, dan seks. Aku mencintainya, lepas
dari berapa usianya, dia adalah wanita dewasa yang sempurna di mataku. Dia
wanita yang matang, itulah hubungan kami stabil, tidak pernah meledak-ledak.
Aku yang jauh lebih muda dari Anita, jelas punya banyak
kelemahan khas anak muda, tetapi kesabaran Anita menjadikanku sangat ingin
menyayanginya. Akupun tidak main-main. Aku menghormati juga sebagai ibu dari
teman baikku.
Pandangan anak muda yang cenderung mencari sesuatu untuk
mencoba, juga dalam konteks hubungan yang romantis, sering ada rasa tidak
percaya, cemburu, emosi, dan ingin punya ruang sendiri. Tidak, bagiku hidup
bersama Anita adalah keindahan, begitupun Anita, ia sangat memberiku ruang dan
waktu untuk duniaku. Ia juga menyerahkan semua padaku jika, aku menemukan
wanita lain yang lebih muda dan bisa menyayangiku.
Sekali lagi tidak, bagiku Anita adalah selamanya. Kebahagiaan
kami adalah ketika temanku Tony memahami dan merestui hubunganku dengan ibunya,
meski pada awalnya ia sempat shock dan tidak setuju. Tapi kematangan cara
berpikir Tony telah membuatku semakin mensyukuri bisa menjalin hubungan baik
dengan temanku ini.
Aku mengagumi Anita luar dalam, kelembutan hatinya.
Bahkan di momen paling intim, di mana ia terlihat sangat tidak menarik, ia
membiarkan aku apakah aku akan berpaling atau tidak melihat tubuh telanjangnya
yang sudah tidak ranum lagi. Anita sadar, dan ia tidak kuatir sama sekali di
pandang negatif oleh siapapun. Itulah kenapa aku mengaguminya.
Anita, kau adalah cintaku, milikku selamanya.
Komentar
Posting Komentar